Rabu, 12 Maret 2014

Masih Ada Cahaya dalam Kegelapan

Benarkah senja itu membawa kedamaian? Mengapa aku tak pernah merasakannya? Seharusnya senja itu memang menenangkan. Dengan kilauan warna emas kemerahan sang surya yang kembali ke peristirahatannya di ufuk barat. Bersama lukisan langit yang bisa berubah-ubah warna. Dari biru menjadi kuning kemudian merah. Bahkan terkadang menjadi keunguan. Burung-burung dan hewan bersayap lainnya beterbangan menuju sarangnya. Angin yang menampar wajah dan tubuh dengan lembutnya. Tapi hanya ketakutan yang slalu kurasakan kala senja menjelang. Senja yang menandakan bergantinya dewa matahari menjadi dewi bulan. Senja yang menurutku bagaikan sebuah pintu gerbang raksasa yang sedang terbuka dengan lebarya dan siap menyambutku dengan kegelapan. Malam kelam. Hitam pekat. Senja menjelma menjadi sesosok momok yang terus menghantuiku.
            Aku takut menghadapi senja. Dengan kegelapan yang akan menghadang setelahnya. Tiada cahaya. Mataku tak dapat melihat. Aku merasa menjadi seperti seorang tunanetra. Apa memang orang yang buta selalu merasa berada dalam kegelapan? Ah aku tak tau. Aku bukan seorang tunanetra dan tentu tak menginginkan menjadi itu. Karena aku takut gelap.
            Aku bisa sedikit bernapas karena aku hidup di abad 21M. Masa yang terang. Sejak ditemukannya bola lampu oleh Kang Thomas Alva Edison, kegelapan kini dapat diminimalkan. Hanya saja aku tetap kelabakan jika suatu saat lampu-lampu di desaku padam. Lagi-lagi kegelapan.
            Aku heran. Apa yang sebenarnya aku takutkan dari sang kegelapan? Dia bukanlah benda hidup yang bisa mencekikku sewaktu-waktu. Tapi aku terus merasakan napasku sesak saat sang kegelapan berjalan mengelilingiku.  Apa hanya karena dalam kegelapan aku tak dapat melihat itukah yang membuatku terus gelisah saat malam tiba? Aku takut memejamkan mata kala suasana hitam itu. Aku takut tak pernah bisa melihat lagi saat aku buka mataku. Berada dalam kegelapan walau cahaya bertebaran di sekelilingku. Aku merasa terus dihantui ketakutan sejak aku menemukan sekelompok kata yang bisa disebut informasi dari mbah google.
***
            Matahari mulai bergerak di atas ubun-ubun. Baru jam 10, tapi bola api raksasa itu sudah menyengatkan sinarnya tanpa ampun ketika aku sampai di Alun-alun Bojonegoro. Aku bersama Ayu dan Tyas. Bawa notebook dhewe-dhewe. Tentu saja tujuannya hanya menikmati wifi gratisan yang tersedia dekat dengan kantor pemkab. Sambil bergoogle ria. Sedang temanku yang lain, tentu saja asyik berpesbuk. Aku lebih suka membuka google daripada pesbuk. Banyak info penting yang aku dapat dari Mbah Google.
            Pagi ini tak seperti biasa. Alun-alun lebih ramai daripada biasanya. Padahal hari ini juga bukan hari libur sekolah.
            " Lagi ono festival nggawe ledre raksasa, cah ayu! " Begitulah jawab seorang yang kebetulan sedang riwa-riwi di depankku. Aku mengerutkan kening. Kedua temanku langsung saja menthelengi aku. Dengan tatapan memohon, keduanya memintaku untuk jadi tukang jogo notebook. Sedang mereka berdua langsung pergi ke lokasi terdekat festival itu. Sialan!
            Daripada bengong, aku memutuskan untuk tetap bergoogle-an. Kedua notebook temanku aku taruh di kedua sisiku. Aku membetulkan letak kacamata yang melorot, sebelum mulai menjelajah dunia maya. Minus mataku bertambah sebulan lalu. Sekarang menjadi -5. Tiba-tiba aku teringat kata-kata dokter mata tempatku memeriksakan mata. " Minusmu sudah lebih dari 4. Hati-hatilah untuk itu. Orang-orang dengan minus mata tinggi, lebih dari 4, kebanyakan akan rentan terkena Ablasio Retina. "
            Dengan tangan sedikit gemetar aku mengetik Ablasio Retina pada kotak search engine. Hanya hitungan detik dan layar notebookku berubah tampilan, menayangkan informasi-informasi tentang penyakit itu.
            " Ablasio retina lebih besar kemungkinannya terjadi pada orang yang menderita miopi (rabun jauh). Bila tidak  segera dilakukan  tindakan, dapat menyebabkan cacat penglihatan atau kebutaan yang menetap." itu yang dikatakan Yung Wikipedia.
            " Secara Internasional, faktor ablasio retina terbanyak adalah miopia adalah 40-50%." yang ini adalah ucapan  Kang Scribd.
             Aku tercenung mendapati tulisan itu. Kedua temanku datang membawa sekresek ledre untuk camilan selama wifian di tempat itu dan terheran-heran melihat aku mentheleng layar dengan mata kosong. Mereka memintaku untuk makan cemilan yang hampir mirip gapit gulung itu. Aroma pisang raja menyerbu hidungku saat kresek dibuka, tapi aku tak menyentuh jajan itu sama sekali.
***
            Kegelapan. Hanya kegelapan yang selalu jadi hantu dalam aliran darahku. Aku jadi sering kurang tidur hanya karenanya. Cahaya lampu sama sekali tak mengurangi ketakutan yang terus melanda saat malam menyambut. Malam ini tak ada cahaya bintang bertabur yang kulihat bagai titik-titik ketombe di angkasa. Aku terus modar mandir di setiap sudut rumah seperti roh yang gentayangan. Hatiku tak bisa tentram. Terlebih waktu ku dengar kabar akan ada pemadaman di desaku. Aku resah hanya dengan mikir itu. Mataku sudah sangat berat ketika aku rebahkan pada kasurku. Entah apa yang aku lakukan hingga aku bisa terlelap dalam buaian pulau kapuk. Namun itu hanya sesaat karena tiba-tiba aku merasakan kegelapan yang tiba-tiba membekapku. Dan kemudian suara lengkinganku menggemparkan seisi rumah. Aku berusaha mencari ponsel yang tadi kugeletakkan di sampingku hanya sekedar untuk penerangan. Tapi nihil. Aku mendengar kedua orangtuaku berusaha mencari korek api untuk menyalakan lampu teplok. Aku tak sabar menunggu di kegelapan. Dengan tergesa aku menmpar-nampar udara, mencari jalan keluar dari kamarku. Tapi pita suaraku kembali bergetar dengan nada tinngi dan disusul bunyi GUBBRRAAKKK!!??!!
***
            Rasanya aku sudah tertidur ribuan tahun. Sangat lama. Aku berusaha bangun tapi tetap mata ini serasa masih terpejam. Gelap. Itu yang aku rasakan saat aku menyadari aku sebenarnya telah terbangun.
            " Bu'e.....Pak'e apa iseh mati lampu. kok peteng dhedhet? "
            Tak ada jawaban dari keduanya. Tapi kupingku bisa menangkap suara senggukan tertahan. Aku meneng anteng walau tak mendapat jawaban. Aku juga bisa mendengar suara laki-laki yang sepertinya juga bicara pada sesama jenis, yang aku kenal mirip suara Pak-ku.
            Aku pun mengerti apa yang terjadi padaku. Apa yang aku takutkan terjadi. Kegelapan tengah membayangiku. Dan akan menjadi kekasihku jika operasi perekatan retina ini gagal. Aku ketakutan. Tapi kali ini teriakanku tertahan di hati. Aku hanya berusaha menenangka diri dengan tarikan napas panjang. Bu'-ku  sepertinya mengerti apa yang ku rasa. Tangannya membelai rambutku perlahan. Sayup-sayup ku dengar Bu'-ku berbisik. " Sabar yo nduk, cah ayu! Jangan takut dengan kegelapan yang kau rasakan saat ini. Iseh ono cahaya ning tengah kegelapan yang melandamu saat ini.”      Aku bisa mendengar bisikan Bu'e. Jelas. Setitik air hangat kurasakan menyapu pipiku perlahan.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar